Tingkat
Residu Fungisida Methyl Thiophanate Dalam Tanah dan Pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum l.)
oleh :
fenti wulandari
c1m 013 060
fakultas
pertanian
universitas
mataram
2016
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penggunaan
pestisida dalam bidang pertanian telah menunjukkan hasil dalam menanggulangi
merosotnya produksi akibat serangan jasad pengganggu. Kebutuhan pestisida akan terus meningkat
sebelum ditemukan cara yang lebih efektif di dalam mengendalikan jasad
pengganggu. Disamping itu penggunaan
pestisida yang tidak tepat dapat menimbulkan akibat-akibat sampingan yang
merugikan karena kebanyakan petani menggunakan pestisida tanpa memperhatikan
keadaan biologi, ekologi hama dan penyakit tumbuhan, sehingga apabila
penggunaan pestisida sering mendatangkan dampak yang tidak diinginkan. Salah satu dampak penggunaan pestisida adanya
residu pestisida pada hasil pertanian dan tanah pertanian (Ekha, 1988).
Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemakaian pestisida telah meluas pada beberapa
komoditi pertanian, salah satunya komoditi
kentang. Pada tanaman kentang perlakuan insektisida dan fungisida sangat
intensif, karena tanaman tersebut sangat peka terhadap serangan hama dan
patogen. Umumnya penyakit-penyakit utama
yang banyak menyerang tanaman kentang di Batu Malang adalah penyakit busuk daun
Phythopthora infestans (Mont.) de Barry
sedangkan hama utamanya golongan ulat dan kutu Thrips sp.
Penyakit hawar daun kentang yang
disebabkan oleh Phythopthora infestans merupakan salah satu kendala utama
budidaya kentang di Batu Malang.
Pendekatan teknik pengendalian penyakit tersebut sampai sekarang sangat
tergantung dari penggunaan fungisida yang sangat intensif. Terdapat banyak fungisida yang sering
digunakan oleh petani-petani kentang di Batu, diantaranya mankozeb, propineb,
maneb dan methyl thiophanate dan banyak lagi jenis-jenis fungisida yang
digunakan berspektrum luas. Hasil survei
tahun 1992 (Abadi, et.al, 1993) pada petani-petani sayuran di Batu Malang
mengidentifikasikan penggunaan beberapa fungisida berspektrum luas. Umumnya petani menyemprot fungisida pada
tanaman kentang dengan interval 2-3 kali setiap minggu dengan dosis 1 kg/200
liter air yang setara dengan konsentrasi 5 gram/liter air. Penyemprotan fungisida dapat ditambah
intervalnya bila cuaca dianggap menguntungkan hama dan penyakit.
Dampak samping penggunaan aplikasi
fungisida di lahan tanaman kentang adalah adanya residu yang tertinggal didalam
tanah dan tanaman kentang dan salah satu
satu dampak yang banyak menerima residu fungisida adalah tanah. Semakin banyak tanaman kentang disemprot
dengan fungisida maka akan berpengaruh terhadap akumulasi residu pada
tanah. Perilaku fungisida pada tanah
dapat mengalami beberapa peristiwa diantaranya, pencucian oleh air tanah
sehingga tanah banyak mengandung residu fungisida, mengalami degradasi kimia
oleh mikroba, bioakumulasi fungisida oleh mikroba, perubahan tingkat populasi
mikroba tanah dan lain-lain.
Umumnya efek residu fungisida pada
tanah tanaman kentang dapat bertahan selama 30 hari, 90 hari, 120 hari bahkan
ada yang sampai bertahan selama 2 tahun (Anonymous, 1993). Bertahannya residu fungisida pada tanah
tanaman kentang diduga karena adanya populasi mikroba tanah yang berfungsi
sebagai bioakumulator, dosis yang tinggi dan waktu aplikasi yang sempit serta
pengaruh perilaku mikroba tanah terhadap fungisida yang menyebabkan salah satu
tinggi rendahnya residu pada tanah.
Masih belum banyak informasi-informasi tingkat residu fungisida pada
tanah tanaman kentang dan dampaknya terhadap kehidupan mikroba tanah. Dalam penelitian ini ditekankan seberapa jauh
tingkat residu fungisida methyl thiophanate serta dampaknya terhadap kehidupan
jamur tanah.
Berdasarkan
uraian di atas maka disusunlah makalah mengenai
tingkat residu fungisida methyl thiophanate (C12H14N4O4S2) dalam tanah dan
tanaman kentang (Solanum tuberosum L.).
1.2.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tingkat residu fungisida
methyl thiophanate (C12H14N4O4S2) dalam tanah dan tanaman kentang (Solanum tuberosum L.).
BAB II. LANDASAN TEORI
2.1. Fungisida Methyl Thiophanate
Fungisida adalah pestisida yang secara spesifik membunuh atau menghambat cendawan penyebab penyakit. Fungisida dapat berbentuk cair (paling banyak
digunakan), gas, butiran, dan serbuk. Perusahaan
penghasil benih biasanya menggunakan
fungisida pada benih, umbi, transplan akar, dan organ propagatif lainnya, untuk membunuh cendawan pada
bahan yang akan ditanam dan melindungi tanaman muda dari cendawan patogen. Selain itu,
penggunaan fungisida dapat digunakan melalui injeksi pada batang, semprotan cair
secara langsung, dan dalam bentuk fumigan (berbentuk gas yang disemprotkan).
Methyl
Thiophanate merupakan bahan aktif dari
fungisida jenis Dense 70 WP. DENSE 70 WP adalah fungisida sistemik
yang bersifat protektif dan kuratif berwarna putih berbentuk tepung yang dapat
disuspensikan untuk mengendalikan penyakit pada tanaman padi Merupakan
fungisida sistemik yang bekerja secara ganda. Secara preventif mencegah
penyakit dan secara kuratif membunuh penyakit yang menyerang tanaman, Memiliki
spektrum pengendalian yang luas, sehingga efektif untuk mengendalikan berbagai
penyakit pada tanaman, Dapat bertindak sebagai booster padi, efektif untuk
meningkatkan hasil dan kualitas padi, Tidak terakumulasi dalam tanaman dan
mudah terurai di alam, sehingga dapat digunakan beberapa kali tanpa
meninggalkan residu pada tanaman. Fungisida sistemik bekerja secara spesifik melalui perusakan
kimia enzim jamur seperti seperti merusak "akar", mengganggu pembentukan tabung
kecambah, dan ada juga yang mengganggu pembentukan spora.
.2.2. Tingkat Residu Fungisida
Methyl Thiophanate Dalam Tanah Tanaman Kentang.
Hasil pengukuran residu fungisida
methyl thiophanate pada sampel tanah tanaman kentang dengan metode
UV-Spectrofotometri menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan uji t-test
1% dari waktu pengukuran sampel tanah 1 minggu sebelum bibit kentang ditanam
(A) dengan waktu pengukuran 6 minggu
sebelum panen kentang (B) tetapi tidak berbeda nyata dengan waktu
pengukuran 1 minggu sebelum panen
(C). Kadar residu fungisida methyl
thiophanate tertinggi diperoleh dari
waktu pengukuran 1 minggu sebelum
panen (C) sebesar 37,0782 ppm (tabel 1), sedangkan hubungan tingkat rata-rata
residu fungisida methyl thiophanate pada tanah tanaman kentang dari 3 kali
waktu pengukuran (Humaidi, 2000).
Tingginya residu fungisida methyl
thiophanate pada waktu pengukuran 1 minggu sebelum panen diduga adanya peningkatan konsentrasi dan waktu
aplikasi fungisida yang dilakukan oleh petani kentang. Umumnya petani
kentang di desa Sumberbrantas mengaplikasikan fungisida methyl thiophanate pada
dosis 1 kg/200 liter air per hektar yang setara dengan konsetrasi 5 gram/liter
air, sedangkan dosis anjuran 1 kg/500 liter air per hektar yang setara dengan
konsentrasi sebesar 2 gram/liter air. Hal ini bisa terjadi karena tanaman
kentang varietas granola yang dibudidayakan rentan terhadap serangan
Phytophthora infestans dan didukung
dengan lengas nisbi yang cukup tinggi sekitarv 85%. Dugaan lain terjadi karena waktu penanaman
kentang bersamaan dengan waktu musim penghujan
sehingga petani-petani kentang meningkatkan konsentrasi dan waktu
aplikasi fungisida methyl thiophanate.
Pendapat ini kemudian diperjelas oleh
Soeriaatmadja et al. (1993)
bahwa tingkat residu pestisida pada tanah tanaman kentang sangat tergantung
dari beda waktu antara aplikasi pestisida terakhir dengan saat panen. Semakin pendek beda waktu antara aplikasi
pestisida dengan saat panen maka semakin tinggi residu pestisida yang
terdeposit dalam tanah.
Tingginya residu fungisida yang
terdeposit dalam tanaman dan tanah selain dipengaruhi oleh beda waktu aplikasi
fungisida juga dipengaruhi dari cara dan waktu aplikasi fungisida, frekuensi
aplikasi fungisida, dosis setiap aplikasi fungisida dan sifat kestabilan
fungisida (Anonymous, 1993). Selanjutnya dikemukakan oleh Touchstone and Dobbin
(1977), Silverstein et.al (1991) dan Rao (1994) bahwa besar kecilnya data yang
diperoleh dari tingkat residu fungisida methyl thiophanate dalam tanah sangat dipengaruhi
oleh konsentrasi awal aplikasi, sifat dan kestabilan bahan aktif serta metode
analisis residu yang digunakan.
Kestabilan residu fungisida golongan benzimidazole seperti benomyl,
karbendazim (MBC) dan methyl thiophanate
mempunyai waktu paruh dalam tanah selama 6 bulan (Ware, 1982 dalam
Humaidi 2000).
2.3. Dampak
Residu Fungisida Methyl Thiophanate dalam Tanah Terhadap Kehidupan Jamur
Tanah.
Dampak
tingkat residu fungisida methyl thiophanate terhadap rata-rata jumlah jamur
tanah menunjukkan perbedaan yang nyata
terutama pada waktu pengambilan sampel tanah 1 minggu sebelum bibit kentang
ditanam (A) dengan B (tanaman kentang berumur 6 minggu sebelum panen ) tetapi
tidak berbeda nyata jika waktu pengambilan sampel tanah 6 minggu sebelum panen
kentang (B) dengan waktu pengambilan sampel tanah 1 minggu sebelum panen (C),
sedangkan hubungan rata-rata tingkat populasi jamur tanah dengan residu
fungisida methyl thiophanate (Humaidi, 2000).
Menurut Deacon (1997) bahwa rendahnya
jumlah populasi jamur tanah diduga karena propagule (konidi) mengalami dormansi
(resting spores). Dugaan lain yang mungkin terjadi kerena persenyawaan bahan
aktif terakumulasi ditanah dapat mencegah pertumbuhan jamur tanah
tanpa membunuh jamur tesebut.
Proses inilah dikenal dengan nama fungistatik.
Menurut Peen et.al (1987) dan Cremlyn
(1991) bahwa fungisida methyl thiophanate merupakan jenis fungisida sistemik
dengan bahan dasar thiourea. Methyl
thiophanate merupakan analog dari methyl yang diperoleh dari kondensasi
potassium thiocyanate, methyl chloroformate dan o-phenylene diamine. Fungisida ini bersifat sistemik dengan
persistensi tinggi didalam tanah atau rhizosphere. Golongan fungisida methyl thiophanate
(benzimidazole) efektif pada dosis rendah terhadap jamur golongan Ascomycetes,
Basidiomycetes dan Fungi Imperfecti.
Sedangkan menurut Sispesteijn (1982) bahwa pengaruh fungisida methyl thiophanate pada jamur
dimulai dari sel-sel eukaryotik jamur mempunyai bagian yang dinamakan
cytoskeleton yang terbagi menjadi 2 unit protein yaitu tubulin dan aktin yang
adaptif terhadap variasi dan type pergerakan makromolekul didalam intraseluler
didalam organel sel. Organisasi
organel ini dibutuhkan untuk proses
budding (penggabungan) serta flagella ke bagian inti sel. Tubulin dibagi menjadi 2 rangkaian asam amino
yaitu a tubulin
dan b
tubulin. Tubulin ini merupakan bagian
dari sel jamur. Jika terdapat
molekul-molekul fungisida methyl thiophanate yang bergabung kedalam mikrotubuli
maka mikrotubuli bergerak menuju sistem spindle fibre (jaringan berbentuk
kumparan). Proses selanjutnya, spindle
fibre gagal dalam mitosis terutama fase metafase menampakkan bagian-bagian
kromosom yang imperfek/tidak sempurna. Lebih lanjut menurut Ware (1982); Liu and Hsiang (1996), fungisida methyl
thiophanate mengganggu metabolisme jamur
sebagai akibat adanya distorsi morfologi perkecambahan spora dan menghambat
sintesa DNA inti sel.
BAB III.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil
dari makalah ini antara lain, yaitu :
1.
Penggunaan fungisida methyl thiophanate pada tanaman
kentang dapat meningkatkan residu fungisida pada tanah tanaman kentang. Residu fungisida methyl thiophanate
tertinggi (37,0782 ppm) diperoleh dari waktu pengukuran 1 minggu sebelum panen
meskipun tidak berbeda nyata dengan waktu pengukuran 6 minggu sebelum panen
(36,0236 ppm).
2.
Rata-rata populasi jamur tanah akibat adanya residu
fungisida methyl thiophanate mengalami penurunan populasi jamur tanah/gram
tanah. Rata-rata populasi
jamur terendah (12.900 jamur/gram tanah) diperoleh pada waktu pengambilan
sampel tanah 1 minggu sebelum panen
meskipun tidak berbeda nyata dengan waktu pengambilan sampel tanah 6
minggu sebelum panen (14.000 jamur/gram tanah).
3.2. Saran
Sebaiknya residu fungisida methyl
thiophanate yang terdeposit didalam tanah tanaman kentang dibawah 37,0782 ppm
dengan harapan dapat memberikan peranan jamur antagonis yang cukup tinggi
didalam menekan populasi patogen tanah.
Sebaiknya petani
kentang dalam mengaplikasikan fungisida methyl thiophanate pada dosis anjuran
(1 kg/500 liter air) dan dengan waktu aplikasi 7 hari sekali.
DAFTAR PUTAKA
Anonymous.
1993. Movement of Pesticides in The Enviroment, Extension Toxicology Network,
pp. 1-5 . Oregon State University.
Anonym.
2013. Metil Triofanat
Deacon
, J. 1997. Modern Mycology, Third
Edition, Blackwell Science Ltd. Victoria, Australia.
Humaidi,
Faisol. 2000. Tingkat Residu Fungisida
Methyl Thiophanate Dalam Tanah Pada
Tanaman Kentang Serta Dampak Terhadap Kehidupan Jamur Tanah Di Batu Malang.
Unibraw. Malang.
Sijpestein,
A.K. 1982. Mechanism of Action of Fungicides.
Fungicide resistence in Crop Protection, (Eds. Dekker and S.G.
Georgepoulos), pp.1-13. Centre for Agricultural Publising and
Documentation, Wageningen.
Ware,
G.W . 1978. Pesticides Theory and Aplication.
W.H. Freeman and Company, San
Francisco.